Arsip Blog

Rabu, 14 September 2016

MAKALAH PROSES ADOPSI DAN INOVASI

MAKALAH PROSES ADOPSI DAN INOVASI


Disusun Oleh :Juwandi   13542010211


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANTAKUSUMA
PANGKALAN BUN
2015



KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rizki dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Proses Adopsi Dan Inovasi.
Pada pembuatan makalahini, penyusun menyadari masih jauh dari kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan dalam penyajiannya. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan perbaikan berupa kritik dan saran yang membangun. Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen – dosen pada mata kuliah Penyuluhan dan komunikasi pertanian  dan juga semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun pada khususnya serta dapat memberi pengetahuan dan wawasan kepada pembaca pada umumnya.
                                           
                                                                                                     Pangkalan bun , 24 November 2015   
                                         
                        
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Penyuluhan merupakan proses pendidikan diluar sekolah yang  diselenggarakan secara sistematis ditujukan pada orang dewasa (masyarakat) agar mau, mampu dan berswadaya dalam memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan keluarganya dan masyarakat luas. Dengan kata lain, penyuluhan merupakan usaha untuk mengubah pengetahuan, sikap, kebiasaan dan keterampilan dengan membantu, mempengaruhi dan memotivasi masyarakat sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya. Pada hakekatnya penyuluhan adalah suatu kegiatan komunikasi. Proses yang dialami mereka yang disuluh sejak mengetahui, memahami, mentaati, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan yang nyata, adalah suatu proses komunikasi.
Berbagai kemajuan yang dicapai diawali dengan riset dan temuan-temuan baru dalam bidang teknologi (invensi) yang kemudian dikembangkan sedemikan rupa sehingga memberikan keuntungan bagi penciptanya dan masyarakat penggunanya.  Fenomena perkembangan bisnis dalam bidang teknologi diawali dari ide-ide kreatif di beberapa pusat penelitian yang mampu dikembangkan, sehingga memiliki nilai jual di pasar. Penggagas ide dan pencipta produk dalam bidang teknologi tersebut
Suatu inovasi tidak akan berguna tanpa adanya adopsi. Mardikanto (1993) mendefinisikan adopsi sebagai proses perubahan perilaku yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (afective) maupun keterampilan (pikomotorik) pada diri seseorang setelah menerima pesan yang disampaikan penyuluh pada sasaranya. Pada dasarnya, dalam adopsi terdapat proses adopsi yang melalui tahapan sebelum masyarakat memutuskan menerima atau menolak suatu inovasi. Tahapan dalam proses adopsi biopestisida dimulai dari tahap pengenalan, di mana seseorang mulai mengetahui tentang adanya inovasi. Kemudian dilanjutkan dengan tahap persuasi, di mana seseorang membentuk sikap terhadap inovasi. Selanjutnya tahap keputusan untuk menerima atau menolak inovasi. Akhirnya, berlanjut pada tahap konfirmasi, di mana seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuat untuk terus melanjutkan penerapan inovasi atau pada akhirnya tidak menerapkan.
1.2  Manfaat peroses adopsi teknologi inovasi
Manfaat proses adopsi inovasi dalam bidang pertanian ini adalah mengetahui pentingnya proses adopsi teknologi  dan inovasi dalam bidang pertanian dan juga pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dan inovasi dalam bidang-bidang pertanian tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Inovasi
Inovasi adalah sesuatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan, dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan (Mardikanto, 1993). Inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dapat dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Inovasi sering berkembang dari penelitian dan juga dari petani (Van den Ban dan H.S. Hawkins, 1999). Mosher (1978) menyebutkan inovasi adalah cara baru dalam mengerjakan sesuatu. Sejauh dalam penyuluhan pertanian, inovasi merupakan sesuatu yang dapat mengubah kebiasaan.
Segala sesuatu ide, cara-cara baru, ataupun obyek yang dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru adalah inovasi. Baru di sini tidaklah semata-mata dalam ukuran waktu sejak ditemukannya atau pertama kali digunakannya inovasi tersebut. Hal yang penting adalah kebaruan dalam persepsi, atau kebaruan subyektif hal yang dimaksud bagi seseorang, yang menetukan reaksinya terhadap inovasi tersebut. Dengan kata lain, jika sesuatu dipandang baru bagi seseorang, maka hal itu merupakan inovasi (Nasution, 2004).
Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Hanafi (1987) mengartikan inovasi sebagai gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Tidak menjadi soal, sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia, apakah ide itu betul-betul baru atau tidak jika diukur dengan selang waktu sejak dipergunakan atau diketemukannya pertama kali. Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. Baru dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali.
2.2  Pengertian Adopsi
Rogers (1983) menyatakan adopsi adalah proses mental, dalam mengambil keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut tentang penerimaan dan penolakan ide baru tersebut. Adopsi juga dapat didefenisikan sebagai proses mental seseorang dari mendengar, mengetahui inovasi sampai akhirnya mengadopsi. Adopsi adalah suatu proses dimulai dan keluarnya ide-ide dari satu pihak, disampaikan kepada pihak kedua, sampai ide tersebut diterima oleh masyarakat sebagai pihak kedua.
Adopsi dalam penyuluhan perikanan pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi atau perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh pada petani atau masyarakat sasarannya.
2.3  Proses Adopsi Inovasi
Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya. Keputusan inovasi merupakan suatu tipe pengambilan keputusan yang khas (Suprapto dan Fahrianoor, 2004).
Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) mengartikan adopsi sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi (lewat penyuluhan). Manifestasi dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metoda, maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikasinya.
Dalam model proses adopsi Bahlen ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang mengadopsi suatu inovasi yaitu sadar (awreness),  minat (interest),  menilai (evaluation),  mencoba (trial) dan adopsi ( adoption).
      Tahap Sadar
Sasaran telah mengetahui informasi tetapi informasi tersebut   dirasa kurang. Pada tahap ini sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh. Pada tahap ini sasaran sudah maklum atau menghayati sesuatu hal yang baru yang aneh tidak biasa (kebiasaan atau cara yang mereka lakukan kurang baik atau mengandung kekeliruan, cara baru dapat meningkatkan hasil usaha dan pendapatannya, cara baru dapat mengatasi kesulitan yang sering dihadapi).  Hal ini diketahuinya karena hasil berkomunikasi dengan penyuluh.  Tahapan mengetahui adanya inovasi dapat diperoleh seseorang dari mendengar, membaca atau melihat, tetapi pengertian seseorang tersebut belum mendalam.
      Tahap Minat
Sasaran mencari informasi atau keterangan lebih lanjut mengenaiinformasi tersebut. Pada tahap ini sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh. Pada tahap ini  sasaran mulai ingin mengetahui lebih banyak perihal yang baru tersebut.  Ia menginginkan keterangan-keterangan yang lebih terinci lagi.  Sasaran mulai bertanya-tanya.
      Tahap Menilai
Sasaran sudah menilai dengan cara value/bandingkan inovasi terhadap keadaan dirinya pada saat itu dan dimasa yang akan datang serta menentukan apakah petani sasaran mencoba inovasi atau tidak. Pada tahap ini sasaran mulai berpikir-pikir dan menilai keterangan-keterangan perihal yang baru itu.  Juga ia menghubungkan hal baru itu dengan keadaan sendiri (kesanggupan, resiko, modal, dll.).  Pertimbangan- pertimbangan atau penilaian terhadap inovasi dapat dilakukan dari tiga segi, yaitu  teknis, ekonomis dan sosiologis.
      Tahap Mencoba
Sasaran sudah mencoba meskipun dalam skala kecil untuk menentukan angka dan kesesuaian inovasi atau tidak. Pada tahap ini sasaran sudah mulai mencoba-coba dalam luas dan jumlah yang sedikit saja. Sering juga terjadi bahwa usaha mencoba ini tidak dilakukan sendiri, tetapi sasaran mengikuti (dalam pikiran dan percakapan-percakapan), sepak terjang tetangga atau instansi mencoba hal baru itu (dalam pertanaman percobaan atau demosntrasi).
Tahap Adopsi/Menerapkan
Sasaran sudah meyakini kebenaran inovasi dan inovasi tersebut dirasa bermanfaat baginya. Pada tahap ini petani sasaran menerapkan dalam jumlah/skala yang lebih besar. Pada tahap ini sasaran sudah yakin akan kebenaran atau keunggulan hal baru itu, maka ia mengetrapkan anjuran secara luas dan kontinu. Dapat saja sesuatu tahap dilampaui, karena tahap tersebut dilaluinya secara mental.  Tidak semua orang mempunyai waktu, kesempatan, ketekunan, kesanggupan dan keuletan yang sama untuk menjalani, kadang-kadang mengulangi proses adopsi sampai sakhir dan mendapat sukses.
Selain proses adopsi inovasi diatas, menurut Rogers dan Schoemaker (1992menyatakan bahwa proses adopsi dapat terjadi melalui 4 (empat) tahapan yaitu : tahap mengetahui (knowledge), persuasif (persuasive), mengambil keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation) yang selanjutnya diklasifikasikan menjadi empat tahap yaitu :
Tahap mengetahui : petani sasaran sudah mengetahui adanya inovasi dan mengerti bagaimana inovasi itu berfungsi.
Tahap Persuasi  : petani sasaran sudah membentuk sikap terhadap inovasi yaitu apakah inovasi tersebut dianggap sesuai ataukah tidak sesuai bagi dirinya.
Tahap Keputusan : petani sasaran sudah terlibat dalam pembuatan keputusan yaitu apakah menerima atau menolak inovasi.
Tahap Konfirmasi:petani sasaran mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Mungkin pada tahap ini petani sasaran mengubah keputusan untuk menolak inovasi yang telah di adopsi sebelumnya.
Startegi untuk memeilih inovasi yang tepat guna adalah menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut:
Inovasi harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh adopter.
Banyak innovasi yang ditawarkan kepada masyarakat, namun dapat kita lihat bahwa tidak semua inovasi tersebut menyantuh kedalam masyarakat. Karena inovasi-inovasi tersebut hanya dibuat atas keinginan-keinginan pihak luar dari masyarakat tersebut, bukan dari kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian terjadilah ketidak addopsian innovasi tersebut oleh masyarakat
.Kalau mengharapkan masyarakat akan mengadopsi inovasi tersebut, para warga masyarakat harus menyakini bahwa hal itu merupakan kebutuhan yang benar-benar diingikan oleh mereka. Suatu inovasi akan menjadi kebutuhan apabila inovasi tersebut dapat memecahkan permasalahan yang mereka hadapi. Sehingga identifikasi dari persoalan tersebut dapat kta lihat; bahwa sesuatu yang kita anggap masalah, belum tentu menjadi masalah pula bagi orang lain, kemudian jikapun permasalahan itu benar adanya yang dirasakan oleh masyarakat, belum tentu penyelesaian yang ditawarkan seseuai dengan kondisi masyarakat penerimanya.
Inovasi harus memeberikan keuntungan bagi adopternya.
Soekartawi (1988) mengatakan bhwa jika benar teknologi baru yang ditawarkan akan memberikan keuntungan yang relative lebih besar, dari nilai yang dihasilkan oleh teknologi lama, maka kecepatan adopsi innovasi akan berjalan lebih cepat. Untuk menemukn innovasi kriteri seperti ini dapat dilakukan dengan cara; bandingkan teknologi interoduksi dengan teknologi yang sudah ada, kemudian identifikasi teknologi dengan biaya rendah atau teknologi yang produksinya tinggi.
Inovasi harus memiliki kompatibilitas atau keselarasan.
Beberapa pakar berbeda dalam memaknai kompatibilitas innovasi (teknologi), dimana:
a)  Bila teknologi merupakan kelanjutan dari teknologi lama yang telah dilaksanakan, maka kecepatan proses adopsi innovasi akan berjlan lebih cepat.
b)  Teknologi harus sesuai dengan penggunaannya. 
c)  Kompatibilitas disini dimaksud mempunyai keterkaitan dengan sosilal budya, kepercayaan dan gagasan yang dikenalkan sebelumnya dan keperluan yang dirasakan oleh adopter.
d)  Inovasi harus mendayagunakan sumber daya yang sudah ada.
Maksudnya disini adalah ketika adopter menggunakan inovasi tersebut, maka sumberdaya yang ada disekitar mereka mendukung penggunaan inovasi tersebut.
Inovasi tersebut terjangkau oleh financial, sederhana, tidak rumit dan mudah diperagakan. Jadi, semakin mudah teknologi tersebut di praktekkan, maka semakin cepat pula proses adopsi inovasi yang dilakukan.
Inovasi harus mudah untuk diamati. Jika inovasi tersebut mudah diamati maka banayak adopter yang mampu menggunakannya dengan meniru tata pelaksanaannya tanpa bertanya kepada para ahlinya. Dengan demikian akan terjadi proses difusi, sehingga jumlah adopter akan meningkat.
 Faktor – Faktor yang meperngaruhi aecepatan adopsi diantaranya:
Sifat-sifat atau karakteristik inovasi.
Sifat-sifat atau karakteristik calon pengguna.
Pengambilan keputusan adopsi.
Saluran atau media yang digunakan.
Kualifikasi penyuluh.
Tipe-tipe keputusan adopsi inovasi, yaitu:
Keputusan otoritas ( Authority Decision) Keputusan ini dibuat oleh atasan atau suatu lembaga, pemerintah, pabrik, sekolah dan sebagainya
Keputusan Individu ( Individual Decision) Keputusan ini dilaksanakan oleh individu/ seseorang terlepas dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh masyarakat (collective) dalam sistem sosial
Keputusan bersama (Collective Decision) Keputusan ini disepakati dan dilaksanakan secara bersama atau melalui consensus masyarakat dalam sistem sosial
Kenyataan bahwa sikap sasaran terhadap suatu inovasi teknologi dipengaruhi oleh faktor internal individu (karakteristik kepribadian individu) dan faktor internal (faktor-faktor di luar diri individu). Akan tetapi yang lebih dominan mempengaruhi sikap dan keputusan sasaran terhadap suatu inovasi adalah faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor eksternal meliputi norma-norma, kebiasaan, komunikasi sosial, interaksi sosial, dan belajar sosial individu petani dalam sistem sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor intemal (karakteristik individu, motivasi, keterlibatan dalam organisasi, komunikasi impersonal, terpaan media massa, tingkat kosmopolitan), faktor ekstemal (kebijakan pemerintah, sistem sosial dan norma-norma sosial), dan persepsi nelayan terhadap sifat-sifat inovasi (keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas triabilitas, dan observabilitas) berpengaruh positif terhadap adopsi inovasi usaha pertanian.
2.4 Kategori Adopter
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961).
Innovators
Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi. Golongan ini merupakan golongan yang paling cepat melewati proses adopsi.  Orang yang termasuk golongan ini jumlahnya tidak banyak dalam suatu daerah, satu atau dua orang saja, mungkin juga tidak ada.  Mereka merupakan orang yang maju sekali, pandai, pengetahuannya lpuas, usahanya maju, penghasilannya tinggi, kaya dan pengalamannya luas.  Tanah usahanya luas, mempunyai kegemaran dan kesempatan untuk mencoba hal-hal baru.  Sifat istimewanya adalah selalu ingin tahu dan aktif mencari keterangan kemana-mana.  Petugas penyuluhan sering dibuat kewalahan.  Biasanya mereka kurang memperdulikan orang-orang sekitarnya, tidak aktif menyebar-luaskan innovasi atau pengetahuan dan pengalamannya.
Early Adopters (Perintis/Pelopor)
Sekitar 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi. Golongan ini merupakan sasaran yang cepat ikuti inovator, pendidikan diatas masyarakat sekitar, dan mempunyai faktor produksi sehingga mudah untuk praktikkan hal-hal baru, aktif dalam masyarakat dan supel dalam pergaulan, sumber advis dan informasi bagi masyarakat lain, mau berbagi pengetahuan sehingga cocok untuk dijadikan teladan yang selanjutnya menjadi kontak, bersifat “localite” dalam proses penyebaran inovasi, golongan ini paling membantu penyuluh perikanan.
Early Majority (Pengikut Dini)
Sekitar 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi. Pada golongan ini proses adopsi lebih lambat dibandingkan golongan penerap dini, biasanya merupakan para tokoh masyarakat setempat, dimana biasanya tidak mau usahanya gagal untuk menjaga agar citranya tidak buruk, tingkat pendidikan, pengalaman, dan kondisi sosio ekonominya sedang.
Late Majority (Pengikut Akhir)
Sekitar 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati. Pada golongan ini  petani ikan yang kurang mampu, pendidikan rendah bahka masih buta huruf, sifatnya kurang giat dalam mengetrapkan inovasi baru, harus melihat contoh dari golongan terdahulu, kurang menggunakan media massa sehingga lambat mengetahui informasi terbaru, hubungan dengan penyuluh relatif kecil.
Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional)
Sekitar 16% adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas. Golongan ini disebut juga non adopter,  tuan-tuan tanah, masyarakat yang berpandangan kolot (tradisional), tidak senang terhadap perubahan, kalau-pun menerima akan terjadi di akhir.
2.5  Analisis Inovasi dan Proses Adaptasi Inovasi
Berdasarkan jurnal yang dikupas Inovasi adalah sesuatu yang digunakan dalam keseluruhan operasi perusahaan dimana sebuah produk baru diciptakan dan dipasarkan, termasuk inovasi di segala proses fungsionil/ kegunaannya. Sedangkan Inovasi pendidikan adalah suatu ide, gagasan, praktik atau obyek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Dalam kadar tertentu, makna “inovasi” sering identic dengan “teknologi” yang digunakan. Kata “teknologi” itu sendiri diartikan sebagai “a design for instrumental action that reduces the uncertainty in the cause effect relationship involved in achieving in desired outcomes”. Waktu merupakan hal yang penting dalam proses difusi inovasi. Proses keputusan inovasi pada hahekatnya adalah suatu proses yang dilalui individu atau kelompok, mulai dari pertama kali adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan untuk menerima atau menolak, implementasi inovasi, dan konfirmasi atas keputusan inovasi yang dipilihnya.
Inovasi juga tidak muncul begitu saja perlu dilakukan tahapan tahapan proses keputusan inovasi, yaitu :
1)  Tahap pengetahuan (knowledge), yaitu apabila individu/kelompok, membuka diri terhadap adanya suatu inovasi,
2)  Tahap bujukan (persuation), yaitu manakala individu atau kelompok, mulai membentuk sikap menyenangi atau bahkan tidak menyenangi terhadap inovasi;
3)  Tahap pengambilan keputusan (decision making), yaitu tahap dimana seseorang/kelompok melakukan aktifitas yang mengarah kepada keputusan untuk menerima atau menolak inovasi
4)  Tahap implementasi (implementation), yaitu ketika seseorang atau kelompok menerapkan atau menggunakan inovasi itu, dan
5)  Tahap konfirmasi (confirmation), yaitu tahap dimana seseorang atau kelompok mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang dilakukannya.
  Dengan demikian, proses adopsi inovasi akan dipengaruhi oleh sistem internal organisasi kemasyarakatan atau sebuah instansi yang bersangkutan. Organisasi atau tatanan kemasyarakatan yang baik dan stabil akan mengadopsi suatu inovasi dengan mempertimbangkan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) memiliki tujuan yang jelas                                                            b) memiliki pembagian tugas yang dideskripsikan secara jelas             
c) memiliki kejelasan struktur otoritas atau kewenangan                                              d) memiliki peraturan dasar dan peraturan      umum                                                        e) memiliki pola hubungan informasi yang teruji
 Tingkat percepatan adopsi suatu hasil inovasi akan sangat bergantung pada beberapa faktor. Derajat adopsi tersebut sangat bergantung pada  karakteristik atau ciri dari inovasi itu sendiri. Karakteristik inovasi, yang sangat mempengaruhi derajat adopsi tersebut akan sangat bergantung pada :
Adanya keuntungan relatif (relative advantages), artinya sampai sejauh mana suatu inovasi yang diperkenalkan memberi manfaat dan keuntungan bagi perorangan atau masyarakat yang akan mengadopsinya. Keuntungan relatif ini bisa diamati tak hanya dari kajian atau aspek ekonomi, sosial, tetapi juga dari aspek lainnya seperti budaya, teknologi. Suatu inovasi yang diyakini memiliki kemungkinan peluang keuntungan relatif yang semakin tinggi, maka semakin tinggi pulalah kemungkinan percepatan adopsi tersebut oleh masyarakat. Misal pada saat sekolah memperkenalkan program Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam pembelajaran di sekolah, yang pertama dipikirkan oleh komunitas sekolah adalah apakah pendekatan pembelajaran tersebut memiliki keuntungan relatif dibandingkan dengan pola pembelajaran sebelumnya ? Bila jawabannya, ya maka bentuk inovasi yang ditawarkan akan dengan cepat direspon oleh para guru ataupun orangtua.
Memiliki kekompakan dan kesepahaman (compatibility) artinya sampai sejauhmana suatu inovasi bisa sejalan dan kompak dengan sistem nilai yang ada, ataupun sejalan dengan pengalaman masa lalu masyarakat yang akan mengadopsinya. Misalnya manakala kontrasepsi diperkenalkan dalam melaksanakan keluarga berencana (KB), bagaimana haln tersebut sejalan dan dirasakan memiliki compability dengan suatu agama yang dianut oleh masyarakat yang akan mengadopsinya. Atau dalam bidang pendidikan, pada saat sekarang ini banyak bangunan sekolah dasar (SD) yang rusak, maka digulirkan program “peduli sekolah” dengan melibatkan semua potensi masyarakat termasuk pemerintah dalam membangun gedung sekolah. Apakah program tersebut sesuai dengan sisytem nilai yang ada, terutama dengan budaya gotongroyong masyarakat kita.
Memiliki derajat kompleksitas (complexity), artinya sampai sejauhmana  derajat kompleksitas, kesukaran dan kerumitan suatu produk inovasi dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian maknanya, semakin kecil derajat kerumitan atau semakin gampang dicerna dan difahami suatu hasil inovasi tersebut, maka akan semakin besar kemungkinannya untuk diadopsi oleh perorangan atau masyarakat. Misalnya pada waktu akan diperkenalkan penelitian tindakan kelas-PTK (classroom action research) sebagai upaya untuk meningkatkan mutu, apakah program tersebut memiliki tingkat kesulitan dan kompleksitas yang tinggi atau tidak dalam pelaksanaannya di sekolah.
Dapat dicobakan (trialability), artinya sampai sejauh mana suatu inovasi dapat diujicobakan keandalan dana manfaatnya. Suatu hasil inovasi dapat dengan gampang diadopsi, manakala hal tersebut dapat dengan dilihat dan diujicobakan melalui pengalaman lapangan. Misalnya, ketika jagung hybrida sebagai produk inovasi pertaninan, maka jagung jenis unggulan ini dapat dengan mudah diadopsi karena jagung varitas unggulan ini dapat diuji langsung oleh para petani pada lahan pertanian mereka.
Dapat diamati (observability), yaitu sampai sejauhmana suatu hasil inovasi dapat diamati. Semakin gampang suatu hasil inovasi diamati, maka akan semakin tinggi peluang hasil inovasi dapat diadopsi.
 Selanjutnya, dalam adopsi inovasi, paling tidak ada lima kategori perbedaan individu atau kelompok yang harus diperhatikan. Kelima kelompok tersebut adalah sebagai berikut. :
a)  Para pembaharu atau pioner/perintis (inovators), yaitu mereka yang paling cepat mengadopsi inovasi dalam masyarakat. Mereka tergolong proaktif, termasuk dalam mencari ide-ide baru yang relevan, serta aktif untuk menerapkan metode baru itu dalam lingkungan sosialnya. Kelompok ini prosentasenya sangat kecil, hanya sekitar 2,5 prosen saja.
b)  Para adopter awal (early adopters), yaitu orang-orang yang tergolong cepat mengikuti kelompok inovator. Mereka adalah kelompok rasional yang telah melihat beberapa perubahan ke arah yang lebih baik. Kelompok ini kira-kira hanya 13,5 prosen saja dari total.
c)  Para kelompok mayoritas awal (early mayority). Yaitu mereka termasuk kelompok kebanyakan yang mau meniri cara baru apabila hal tersebut telah benar benar berhasil. Mereka tidak mau mengambil resiko, dan cenderung menghadopsinya secara massal. Kelmpok ini berjulah kirakira 34 prosen.
d)  Kelompok mayoritas akhir (late mayority) . Yaitu kelompok massal yang umumnya ragu-ragu terhadap pengetahuan baru. Mereka cenderung skeptis, walaupun akhirnya mereka mau menerima juga inovasi tersebut pada periode akhir. Kelompok ini kira-kira 34 prosen.
e)  Adopter akhir (late adopters). Yaitu kelompok yang sangat skeptis, dan senantiasa resisten terhadap perubahan. Mereka sangat tradisional dalam berpikir, dan cenderung menolak dan mengadakan “perlawanan” terhadap inovasi yang ditawarkan. Kelompok ini kira-kira 16 prosen saja.

Proses adopsi inovasi bisa juga terhambat oleh berbagai faktor. Ada tiga hambatan utama, yang berpotensi timbul dalam setiap adopsi inovasi. 
Pertama, mental block barriers
Yaitu hambatan yang lebih disebabkan oleh sikap mental, seperti :
a)  salah persepsi atau asumsi                                                       b)  cenderung berpikir negatif                                                        c)  dihantui oleh kecemasan dan kegagalan                                                  d)  tidak mau mengambil resiko terlalu dalam                                                         e) malas                                                     f)  saat ini berada pada daerah “nyaman dan aman                                                 
g) cenderung resisten/menolak terhadap setiap perubahan.
Kedua, hambatan yang sifatnya culture block (hambatan budaya). Hal ini lebih dilatarbelakangi oleh :
adat yang sudah mengakar dan mentradisi
taat terhadap tradisi setempat
ada perasaan berdosa bila merubah “tatali karuhun”
Ketiga, hambatan social block (hambatan sosial). Yaitu hambatan inovasi sebagai akibat dari faktor sosial dan pranata masyarakat sekitar. Hal ini antara lain :
perbedaan suku dan agama ataupun ras
perbedaan sosial ekonomi
nasionalisme yang sempit
arogansi primordial
fanatisme daerah yang kurang terkontrol.
Dengan demikian disadari ternyata pembentukan inovasi merupakan sesuatu sistematika yang tidak mudah perlu ada latar belakang yang memprakarsai pembentukan suatu ide atau inovasi baik dikalangan individu,kelompok maupun instansi besar yang perlu di pertimbangkan karakteristik dari inovasi dan menghindari penghambat dari suatu proses adaptasi inovasi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di dapat dari analisa diatas adalah sebagai berikut :
Inovasi yang digunakan dalam keseluruhan operasi perusahaan dimana sebuah produk baru diciptakan dan dipasarkan, termasuk inovasi di segala proses fungsionil/ kegunaannya.
Inovasi sebagai sebuah mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dalam lingkungan yang dinamis, oleh karena itu perusahaan dituntut untuk mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan baru dan menawarkan produk yang inovatif serta peningkatan pelayanan yang memuaskan pelanggan.
Inovasi juga tidak muncul begitu saja perlu dilakukan tahapan tahapan proses keputusan inovasi, Tahap pengetahuan, Tahap bujukan , Tahap pengambilan keputusan, Tahap implementasi, Tahap konfirmasi.
Karakteristik inovasi, yang sangat mempengaruhi derajat adopsi tersebut akan sangat bergantung pada Adanya keuntungan relative, Memiliki kekompakan dan kesepahaman (compatibility), Memiliki derajat kompleksitas, Dapat dicobakan (trialability), Dapat diamati (observability),
Dalam adopsi inovasi, paling tidak ada lima kategori perbedaan individu atau kelompok yang harusdiperhatikan Para pembaharu atau pioner/perintis, Para adopter awal (early adopters),  Para kelompok mayoritas awal, Kelompok mayoritas akhir (late mayority),Adopter akhir (late adopters).
3.2  Saran                                                                                                                                Ditengah era sekarang yang penduduknya terus bertambah dan lahan yang terus berkurang pelaku usaha dan masyarakat dituntut untuk berinovasi menghasilkan produk yang berkualitas. Selain itu, pemerintah harus selalu meningkatkan daya saing produk agar inovasi yg dibuat bisa memenuhi selera pasar. Mahasiswa harus lebih memahami tentang inovasi karna inovasi merupakan ciri kehidupan yang lebih baik dan berkembang. Mahasiswa juga harus mengerti pembahasan adaptasi inovasi karna dalam perwujudan inovasi juga harus sejalan dengan inovasi yang baik


DAFTAR PUSTAKA

Aatmandai. 2010. Sistem adopsi Inovasi. Diakses darihttp://aatmandai.blogspot.com/ Diunduh pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 13:45 WIB
Adiwilaga, Anwas. 1982. Ilmu Usahatani. Bandung : Penerbit Alumni.
Fadholi, Hermanto. 1981. Bahan Bacaan Pengantar Ekonomi Pertanian. Bogor : Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian Fakultas Politeknik Pertanian Bogor
Fayya. 2013. Atualisasi Peran Penyuluh Perikanan . Diaksed darihttp://fayyadharkanayahya.blogspot.com/ Diunduh pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 13:30 WIB
Kasryno, Faisal. 1984. Prospek Pengembangan Ekonomi Pedesaan
Mailan A. Husni, 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi Pada Skala Pengkajian. Makalah dalam Pelatihan Analisis Presentase dan Tabulasi Data penelitian dan Pengkajian, Bogor, 2004.
Mardikanto, T. 1988. Komunikasi Pembangunan. UNS Press. Surakarta.
Mosher, A.T. 1970. Getting Agriculture Moving. Pyramid Book. New York.
Mundy, Paul. 2000. Adopsi dan Adaptasi Teknologi Baru. PPAT3. Bogor.
Rogers, E.M. 1983. Diffusions of Innovations, Third Edition. Free Press. New York
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Perikanan. Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar